selamat datang orang Indonesia!

Bangsa-bangsa yang maju melakukan setiap pekerjaan dengan semangat yang tinggi, rasa senang hati dan dengan gairah. Kalau kita menghadapi pekerjaan sebagai beban, maka tulang-tulang kita akan lebih dulu patah sebelum bekerja. Mari bekerja sama-sama untuk melindungi anak-anak dimanapun mereka berada .... suarakan dengan lantang apa kesaksian kalian dan apa solusi untuk melindungi mereka, kontak: tata.sugandhi@gmail.com

Tragedi kemanusiaan yang paling mengerikan adalah berdiam diri melihat penderitaan sesama.

Senin, 02 Juli 2012

Merapi dan aku ...



MERAPI
Kau telah mengubah semuanya
Kau telah melululantahkan semuanya
Kau telah memiahkan aku dengan mereka
Saat kau memuntahkan semua isi yang ada di dalam peerutmu itu,
Kau mampu memusnahkan semuanya
Pepohonan yang tadinya hijau
Kini berubah menjadi kering dan kelabu
Oh…
Betapa dasyatnya kemarahanmu
Yang mampu menyapu bersih semua yang ada disekelilingmu
Kau telah mengubah takdirku
Sakit,sakit dan sakit
Akan aku terima
Karena sesungguhnya lerengmu adalah tempat tinggalku
Aku berdoa agar kejadian itu adalah yang terakhir dalam hidupku

Inilah bait-bait puisi yang ditulis oleh Endah Fri Utami. Betapa ganasnya amarah Gunung Merapi. semua yang ada terenggut dalam sesaat. Rumah yang dulu syarat dengan kasih sayang dan nyaman, berubah dengan rumah dengan dinding anyaman bambu di Huntara (Hunian Sementara).

Panggil saja namanya dengan Endah. Salah satu anak dari Dusun Mbronggang Sleman yang sekarang tinggal puing bangunan rumah. Awan panas telah menyapu desanya membawa korban jiwa dari saudara dan tengganya awal tahun 2011 lalu.

Satu kakak perempuan, satu kakak laki-lakinya serta ibunya telah tiada pada saat itu. 24 anggota keluarga besarnya pun menjadi korban jiwa saat itu. Endah sendiri mengalami luka bakar yang sangat parah. 50% tubuhnya tersapu panasnya awan panas. Sehingga ia harus menahan sakit selama 8 bulan di rumah sakit. Pendidikan pun belum dapat dijalani.

Sekarang kebugaran Endah tengah pulih. Tetapi bekas luka bakar di tubuhnya masih sangat kentara di kaki dan tangannya. Seluruh jari kakinya diamputasi tidak tersisa. Panasnya suhu awan panas telah masuk, tidak hanya pada lapisan kulit dalamnya. Sehingga banyak jaringan dagingnya yang harus dibuang, menyebabkan kakinya mengecil dan sulit untuk melangkah.

Waktu telah berlalu lebih dari setahun sejak kejadian itu. Anak dari Huntara itu kini tinggal hanya dengan Pak Sabar, bapaknya. Huntara telah sepi, ditinggal para penghuninya. Banyak tetangga dan saudaranya memilih kembali tinggal di tempat yang lama meski ancaman bahaya awan panas Merapi terus membayangi setiap waktu.


Para relawan yang dulu selalu mendampingi kini tidak ada lagi. Mereka yang jumlahnya ratusan kini tidak terlihat lagi. Pasca bencana memang tidak menjadikan hal seperti ini menarik untuk terus didampingi. Hanya tersisa segelintir saja yang mau terus berada diantara mereka.

Semoga saja, Endah mendapatkan semangat baru dan memandang sebuah keterbatasan dari Tuhan ini tidak menghalangi terwujudnya mimpi-mimpinya, dan memberi sebuah ketergugahan kita semua untuk terus berempati pada mereka. Endah hanya satu dari puluhan anak dari Huntara yang menjadi korban Merapi. Mereka masih perlu telinga kita untuk mendengar suara mereka. Belum waktunya untuk kita tinggalkan meski Merapi tengah diam. 

Apa yang disuarakan Endah sebagai anak yang tinggal di daerah rawan bencana?

 == Endah Fri Utami, dusun Bronggang, kelurahan Argomulyo, kecamatan Cangkringan, kabupaten Sleman, provinsi DIY. Facebook: Endah Oke, email: esupiyem@yahoo.com.==

Tidak ada komentar:

Posting Komentar